khitobah

Unsur-unsur Kebahagiaan Orang Beriman

Setiap orang tentu menginginkan dan mencita-citakan kebahagiaan. Demikian juga kita sebagai orang-orang beriman. Bedanya, kebahagiaan yang diinginkan orang-orang beriman tidak terbatas pada pencapaian kemakmuran materi dan kecukupan duniawi, melainkan juga ketersambungannya dengan kebahagiaan ukhrawi, yang diyakininya sebagai kebahagiaan yang abadi.

Meski ukuran kebahagiaan itu seringkali relatif tidak sama antara satu dan lain orang, secara umum kebahagiaan yang diinginkan orang-orang beriman setidaknya meliputi tiga unsur, sebagaimana yang tergambar dalam ungkapan doa (robbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaban-nar) , yakni hasanah/baik dan bahagia di dunia, hasanah di akhirat, dan terlindung dari siksa neraka. Prinsip ini akan menjadikannya lebih berhati-hati dalam menjalani tugas kehidupan dan lebih bertanggung jawab, karena adanya keyakinan bahwa setiap amal perbuatan, baik maupun buruk, akan diperlihatkan dan diberikan balasan setimpal, sehingga ia tidak akan menghalalkan segala cara dalam upaya meraih cita-cita hidupnya.

Untuk meraih ketiga unsur kebahagiaan  itu memang tidak mudah, karenanya kita dituntut agar berusaha keras dan mengerahkan segala potensi dan kemampuan yang kita miliki dengan tetap berpegang dan berpijak pada petunjuk jalan Allah SWT. karena hanya orang-orang yang berjalan pada petunjuk Allah sajalah yang dapat mencapai kebahagiaan sesungguhnya. Firman Allah dalam Q.S. al-Baqarah ayat 5 menyatakan :

اولئك علي هدي من ربهم واولئك هم المفلحون

Artinya : Mereka itulah yang tetap mendapat petunjuk dari Tuhan mereka, dan merekalah orang-orang yang beruntung/berbahagia

Dalam kenyataannya, kebahagiaan yang menenteramkan amat erat kaitannya dengan dua hal, yaitu adanya kebaikan atau kasih sayang, dan pembebasan atau pengampunan dari dosa dan kesalahan. Sebagai makhluk sosial kita menyadari bahwa kita tidak dapat hidup sendiri. Kita butuh kehadiran orang lain di sekitar kita, tempat kita berbagi rasa, perhatian, kebaikan dan kasih sayang. Bahkan kebutuhan kita akan kebaikan dan kasih sayang itu tidak terbatas pada kebaikan sesama makhluk, melainkan juga dari Allah SWT, tempat kita mengadukan segala persoalan pelik kehidupan.

Tentang rahmat atau kasih sayang Allah, ada sebuah penegasan yang Allah nyatakan (inna rohmatallohi qoribun minal muhsinin) bahwa sesungguhnya rahmat Allah itu amat dekat kepada orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan jalan untuk memperolehnya ditunjukkan oleh Rasulullah saw. (irhamuu man fil ardli yarhamkum man fis-samai) kasihilah olehmu makhluk yang di bumi niscaya kamu dikasihi oleh dzat yang menguasai langit yang tinggi). Yang mengandung arti bahwa kebaikan dan kasih sayang kita terhadap sesama merupakan sarana bagi kita untuk memperoleh rahmat dan kasih sayang Allah dan kebaikan sesama manusia. Yang berarti pula, jika ingin memperoleh rahmat dan kasih sayang Allah, mulailah dengan melakukan kebaikan dan berkasih sayang terhadap sesama.

Fitrah kita sebagai manusia juga adalah (al-insan mahallul khothoi wan-nisyan)  manusia itu tempatnya salah, lupa, dan dosa. Menyadari akan fitrah ini, kita dituntut untuk bersikap merendah dan rela hati memohon maaf, pembebasan, dan ampunan atas segala dosa dan kesalahan, baik yang berkaitan dengan hak-hak Allah maupun dengan hak-hak sesama manusia, karena sesungguhnya ketentraman dan kebahagiaan baru akan kita rasakan ketika kita terbebas dari dosa dan kesalahan. Karenanya, janganlah rasa gengsi dan kehormatan semu menjadi penghalang langkah kepada kebaikan.

Jika rahmat, kebaikan, kasih sayang, pembebasan dan pengampunan dosa telah kita dapatkan, niscaya kita akan terbebas dari ancaman dan siksaan, dan semakin besar harapan kita untuk memperoleh dan merasakan kebahagiaan sebagaimana yang kita cita-citakan, yakni hasanah di dunia, hasanah di akhirat, dan terlindung dari siksa api neraka..